03 Februari 2009

Cewek 5 - Dia ada di sini

Dari penyambungan Telex 111, aku dapat kenalan namanya Anis, pegawai salah satu departemen di Jakarta. Aku kenalkan dia ke teman-temanku, Mr Jo, Aceng & Wisnu.
Dari ketiga orang tersebut, yang mengaku pernah ke rumahnya adalah Wisnu, teman kampungku yang kebetulan kerja di Jakarta saat itu.

Suatu saat, aku dan Aceng masuk shift Sabtu siang (kami shift di sentral telepon).
Iseng-iseng, kami telpon Anis (kalau Sabtu relatif agak sedikit pekerjaan).
Dan, kebetulan dia cerita kalau telepon rumahnya ringingnya nggak bisa bunyi musiknya (jaman dulu, ringing musik sudah top markotop dah ....).

Kami jawab, "Wah ... kalau itu Mr Jo yang jago".
"Oh iya ..???, dia ada di sini lho?".
Ha, kami terkejut dan tertawa tergelak-gelak.
Ternyata saat kami masuk, ada yang 'mencari mangsa' nggak ngajak-ngajak.
Dan Mr. Jo pun (mungkin) malu juga ketahuan .......

Lain halnya dengan Aceng.
Suatu hari, aku telpon Anis, cerita ini-itu.
Dia bilang, kalau Aceng pernah ke rumahnya 2x.
Nah, aku tanya Aceng, "Ceng, Anis cakep nggak?"
Dia jawab, "Nggak tahu, belum pernah ketemu."
"Ah ... jangan bohong, Anis barusan cerita kalau kau penah 2x ke rumahnya".

He he he ..... ketahuan semua.
Yang belum beruntung aku, kenal duluan, tapi nggak pernah ketemuan.

Cewek 4 - Kenalan dunia maya

Tahun 92-an, dunia maya internet belum ngetrend.
Saat OJT di Indosat, aku magang di sentral Telex, sebelumnya di Penyambungan Telex 111.
Sentral Telex, itu sentralnya, Penyambungan Telex, itu operator penyambungan untuk telex dan juga untuk layanan informasi ke pelanggan telex.

Siang itu, aku call (via mesin telex mestinya, dg ID yang aku sembunyikan) ke 111 (telex juga lho).
Yang menerima adalah Eko, teman kost sekamarku (maklum, siswa magang pasti dikasih pekerjaan).
Aku mengaku dari salah satu perusahaan di Jl Setiabudi Semarang, dan tentu saja ... aku ngaku kalau gadis dong. Dengan antusias, temanku bertanya tentang tempat tinggal, aku jawab, Ngesrep ... wah, tambah semangat dia, karena memang kami alumni Politeknik Undip, nggak jauh dari Ngesrep.
Asiklah pembicaraannya (pake telex ....).

Malamnya, temanku ini cerita kalau mendapat kenalan baru, cewek, dari Semarang.
Saya tanya, dimana tinggalnya? "Ngesrep", jawabnya.
Senang sekali temanku ini, dengan semangat, dia ceritakan semua pembicaraan via telex tadi siang.
(Dalam hatiku aku tertawa....... jangan tiru aku ya teman-teman)

28 Januari 2009

Cewek 3 - Kenalan

Suatu siang, saya dan Irawan (teman, salah satu vendor) ingin ke lantai 5 tempat operator.
Ada sedikit masalah teknik yang harus diselesaikan di sana.

Di lift, kami bersama seorang cewek.
Namanya bujang, dia kasih kode ke saya, mau tanya namanya siapa cewek itu.
Daripada basa-basi keburu lift menuju tujuan, langsung saja saya ngomong.
"mBak, kenalkan, teman saya".
"Irawan", kata temanku sambil berjabat tangan.
Namun Si mBak nggak menyebut nama, hanya menyambut jabat tangan sambil tersenyum.

Sesampai di lantai 5, temanku bertanya, "Har, tadi namanya siapa?".
"Aku tidak tahu", aku jawab santai.
"Sialan, kau belum kenal juga?", tanyanya.
"Belum", aku jawab sambil tertawa.

Cewek 2 - Beraninya cuma pake surat

Temanku, Sri naksir Yaya, adik kelas kuliah kami.
Kost mereka berseberangan jalan kampung di Tembalang.
Sering temanku menulis surat tanda naksir ke Yaya (kan belum ada sms waktu itu).

Suatu saat, saya kompori temanku itu, "Kau ini, kost dekat saja lho, mbok ya ngomong saja. Ngapain pakai surat?. Langsung saja ngomong."
Dia ragu-ragu, dengan berbagai alasan.

Beberapa hari kemudian, dia marah-marah ke saya, "Har, kau ini bikin malu aku saja".
Saya kaget, "Memang kenapa?", saya tanya dia.
"Aku sudah bikin ke Yaya", katanya.
"Trus kenapa?". saya minta penjelasan.
"Aku ditolak", jawabnya.
Saya tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya.
Saya jawab kemudian "Kalau ditolak cewek, ya sudah, nanti cari lagi yang mau saja".
Kasihan .... tapi lucu ekspresinya.

Cewek 1 - Terlanjur

Tidak seperti biasanya yang selalu apes, waktu itu saya mendapatkan teman duduk bis Solo-Semarang gadis (mestinya sih ....) manis berambut lurus panjang sehabis pulang kampung.
Basa-basi, kami bercakap-cakap.
Saya tanya, "Dari mana asalnya mBak?". "Dari Klaten", jawabnya.
"Klatennya mana?", saya kejar dia. "Trucuk", dijawab.
"Ini mau ke mana?", terus aku cecar. "Ke Semarang".
"Turun di mana?", nggak lelah aku tanya. "Di BRI Jatingaleh", dia jawab.

Diapun bertanya, "Lha Mas mau turun mana?".
Aku jawab, "Sama, Jatingaleh".
Kali ini, aku memaksa untuk turun di Jatingaleh supaya kalau turun nanti bisa kenalan lebih jauh. Padahal biasanya saya turun di Srondol.

Setelah masuk toll Bukitsari (toll masuk Semarang dari Selatan), bis keluar di Jatingaleh.
Saya siap-siap turun di BRI Jatingaleh, dan segera turun setelah sampai.
Lha ... kok Si mBak nggak ikut turun, padahal aku turun persis di depan BRI Jatingaleh.
Apes ......
Mestinya aku tanya nama, alamatnya waktu di bis tadi.

23 Januari 2009

Saat Kerja 5 - Pulang duluan

Kami pernah punya Boss, yang selalu mengecek absen datang dengan absen manual, tanda tangan, walaupun sudah ada absen gesek.
Temanku yang kurang beruntung, saat terlambat, ditulis di absen tersebut "Datang terlambat" dengan tinta merah.

Suatu saat, kebiasaan Bossku tersebut adalah pulang sore mengejar kereta yang ke luar kota. Biasa, penggemar SDSB (sekali datang setor banyak), kalau Jumat harus segera pulang.

Nah, temanku tahu, kalau Pak Boss pulang, kemudia di absennya dia tulis "Pulang duluan".

Hari Senin, Pak Boss marah-marah, mencari tahu siapa yang menulisi absennya.
Tidak ada yang mau mengaku, walaupun kami semua tahu.
:-)

Saat Kerja 4 - Yakinlah walaupun salah

Mas Teguh, waktu itu membawa tamu-tamu S2 dan dibawa ke ruang O&M.
Aku sedang melakukan perbaikan lain yang selalu error dengan Kang Opik yang asli Sunda, tidak jauh dari Mas Teguh yang menerangkan ke tamu-tamu.

Ketika ada penjelasannya salah dari Mas Teguh ke tamu-tamunya, aku bilang ke Kang Opik "Kang, itu penjelasannya salah".
Kang Opik menjawab, "Har, pelajaran pertama adalah, 'YAKINLAH WALAUPUN SALAH'".

Dan memang benar, Mas Teguh selalu tampil percaya diri, sehingga sekarang (saat saya tulis ini) menjadi Boss (KaCab) di Yogya.

Keluarga 1 - Egoisnya aku

Kukuh, anakku yang saat itu baru berumur 4 tahunan, membawa sepeda kecilnya ke dalam kamar. Dia mengajak aku main sepeda (dalam rumah).
Saat itu jam 10-an pagi.

Aku jawab, "Nggak Nak, Bapak capek, baru pulang, tadi malam habis lembur di kantor, Bapak mau tidur".
Kemudian saya tuntun sepedanya keluar kamar.
Beberapa menit kemudian, dia masuk lagi ke kamar membawa sepeda kesukaannya, mengajak main lagi.

Sambil marah, aku bentak dia "Bapak capek, nanti saja".
Kukuh keluar sambil menangis, aku bisa tidur nyenyak sampai sore.

Ketika jam 6 sorean, aku lihat anak itu sudah tidur pulas.
Biasanya, jam 9-10 malam baru tidur.
Saat kupandangi & kuusap wajahnya, tak terasa air mataku mengalir.
Aku menyesal, mengapa tadi siang aku menolak bermain dengan dia.
Betapa egonya aku.

Saat Kerja 3 - Harus ada yang mengaku

Mino, teman kerjaku yang masih baru (waktu itu) aku ajak melakukan penyambungan (njegrog) kabel DDF di ruang transmisi berdua. Hal seperti harus pernah dilakukan, supaya kalau suatu saat jadi Boss, dia ingat pada anak buahnya yang njegrog kabel DDF.

Saat itu, tercium bau nggak enak, bau kentut.
Aku tanya ke dia "No, kamu kentut, ya?".
"Nggak", jawabnya.
"Ah, yang bener", sanggahku.
Tapi dia tetap ngotot tidak mengaku.

"Lho kalau kamu nggak kentut, ya berarti .... aku", jawabku dengan santai.
(Aku pikir, mungkin saja dia memang kentut bersamaan dengan aku, maka aku nggak usah ngaku :-) )

22 Januari 2009

Kost 2 - Sate saru

Tahun 94-an, kami kontrak (tepatnya teman-teman saya yang kontrak, kalau saya waktu itu cuma numpang, karena sudah keluar & tinggal di Bekasi, ternyata kalau sendirian di rumah jadi nggak kerasan) di Jl Ophir dalam Jakarta Selatan.

Suatu malam, Mas Slamet yang 'hobi' lapar, mengajak Mas Wahyono untuk membeli sate di pertigaan Jl. Bumi, dekat halte itu (sekarang haltenya masih ada nggak ya?). Dengan semangat mereka berangkat, walaupun sudah larut malam (lebih jam 22.00 an).

Beberapa saat kemudian, mereka kembali pulang sambil tertawa.
Saya tanya, "Ada apa, kok sudah kembali dan tertawa".
Mas Wahyono cerita, saat sampai di warung sate, yang jualan, laki-laki sedang tidur di kursi panjangnya, yang biasa dipakai duduk pembeli.
Masalahnya, saat tidur, kedua tangan penjual sate tersebut dimasukkan ke dalam celananya.
Huek ...... (coba bayangin).

20 Januari 2009

Kost 1 - Pencuri yang beruntung

Di PERUMDA, Tembalang, Semarang, tahun 89-an, teman-temanku ngontrak di salah satu rumah yang tanpa pagar. Sudah biasa, jalan samping rumah digunakan untuk jalan pintas ke jalan seberang untuk makan atau keperluan lain.
Dan sudah terbiasa, Krisno, salah satu temanku berangkat paling belakang, suka mepet jamnya.

Suatu saat, saat akan berangkat, Krisno ingat kalau temannya, Eko yang di Jurusan Mesin akan pulang pagi. Tak kurang akal, supaya tidak perlu mengantar kunci, dia tulis pesan di jendela dengan secarik kertas "KUNCI DI ATAS PINTU".

Ketika Eko pulang, dia masuk rumah karena pintu tidak terkunci.
Waktu ke kamar, banyak barang yang raib, dan kamar teman yang lain, juga hilang tak berbekas.

Weleh weleh ... kok ada juga maling seberuntung itu, dapat "clue" yg tokcer dr si Empunya rumah.

19 Januari 2009

Saat kerja 2 - Test call ke Jepang

Test call ngawur, saya lakukan juga, kali itu ke Jepang.
Seperti biasa, dengan santainya aku call ke Jepang, dan berlagak mau siap-siap salah sambung dengan "I'm sorry, wrong number".
Ketika telepon di seberang diangkat, langsung saja aku tanya "May I speak to Mr Kimigayo?".
Orang Jepang seperti kebingungan, dan aku pikir, dasar orang Jepasng susah berbahasa Inggris.

Di sampingku, ada Encus & mBak Endang yang tertawa terpingkal-pingkal.
Tanpa dosa, aku tanya, ngapain tertawa?
Encus jawab, "Kau sama saja bertanya, bisa bicara dengan Indonesia Raya"?
Aku pikir, Encus alias Aceng & mBak Endang ini ngomong apa .....
Dan setelah orang Jepang kebingungan, langsung aku katankan "I'm sorry, maybe it's wrong number".
Puas aku ngerjain orang Jepang.

Ketika telpon aku taruh, Encus & mBak Endang menjelaskan, bahwa "Kimigayo" itu kan lagu kebangsaan Jepang.
Lha ..... baru ingat aku, karena yang di pikiranku asal sebut nama Jepang.
Makanya mereka bilang "sama saja dengan mau bicara dengan Indonesia Raya".
He he he ...

Saat kerja 1 - Test call ke Malaysia

Di SGI Indosat Surabaya, kalau melakukan test ke luar negeri untuk memastikan link dari Surabaya ke luar negeri, saya sering menelpon dengan cara asal-asalan, yang penting sudah tersambung ke negara yang dimaksud, karena waktu itu malas menjelaskan "Ini test ini itu dst".
Yang penting, tujuan tercapai.

Suatu saat, saya test call ke Malaysia, karena ada komplain ke Malaysia susah.
Saya coba call ke Malaysia berdasarkan nomor yang dikomplainkan, dengan mengubah digit terakhir, karena siapa tahu nomor di tujuan yang bermasalah.

Saya call ke 00160... dst, terdengar di seberang jawaban, "Halo, nak bicare dengan siape nih?".
Saya jawab ngawur, "Pak Cik, bisa bicare dengan Pak Bambang?".
Pikirku, orang Malaysia pasti namanya kalau nggak Arab, Cina, ya nama India, nggak mungkin ada nama Bambang di sana.
Tak kusangka, jawaban Pak Cik di seberang, "Pak Bambang? Oke, tunggu sebentar saye panggilkan".
Langsung telepon saya tutup, malu saya.

Kehidupan 2 - Parjo Kates Kehilangan becak

Kali ini, ceritanya menyedihkan.
Parjo Kates, tetanggaku, yang pernah kehilangan sepeda di malam 1 Suro, memarkir becaknya di teras rumahnya.
Becak dikunci rantai yang cukup kuat, sehingga kalau harus memutus, harus digergaji, dan pasti akan terdengar suara gergajinya.
Maksudnya mungkin, akan aman, karena dia pasti akan terbangun mendengar suara gergaji dari orang yang berniat mencuri becaknya.

Suatu pagi, becaknya tidak terlihat di teras rumahnya.
Suara gergaji juga tidak dia dengar semalam.
Tapi becaknya hilang.

Ketika ditanya, apakah dia tidak lupa mengunci becaknya, dijawab "Tidak lupa, tadi malam saya kunci".
Ditanya lagi "Dimana kunci kau taruh sekarang?".
Dia jawab "Di dalam laci becak".

Yah ........

Kehidupan 1 - Parjo Kates kehilangan sepeda

Malam 1 Suro, di kotaku, Solo, selalu ramai dengan kirap pusaka & kebo bule.
Hampir di semua jalan penuh dengan manusia pada malam itu.

Parjo Kates, tetanggaku ikut berkeliling dengan sepeda onthelnya di sekitar Sriwedari.
Dikayuhnya sepedanya pelan-pelan, karena memang nggak mungkin bisa kencang, karena banyaknya orang.

Suatu saat, ada orang yang ingin mbonceng sepedanya, namun karena dia berpikir cerdas, maka permintaan itu diterima dengan syarat, bukan orang tersebut yang mengayuh, Parjo Kates yang mbonceng di belakang.

Saking banyaknya orang, sumpek juga jalanan, sehingga Parjo Kates turun agar sepeda tidak jatuh.
Tanpa disadari, ternyata dia sudah terpisah dengan orang yang mengayuh sepedanya. Dicari-cari juga susah, karena banyak orang.

Apes, bagi Parjo Kates, "kecerdasannya" berujung sial, kehilangan sepeda.

Dikdas 2 - Cara cerdas agar terlihat memperhatikan

Saat Dikdas, di kelas adalah saat yang sangat berat.
Bukan apa-apa, setelah olahraga pagi, mandi, makan pagi, baris sebentar, maka yang tersisa adalah 'capai', karena tiap malam juga ada latihan fisik.
Paling enak di kelas adalah ... tidur.

Berbagai cara saya tempuh, mulai dari push-up, makan telur, minum kopi dll.
Namun setelah push-up, telur habis, kopi habis, tinggal kantuk yang tersisa.
Teman-temanku selalu bertaruh, bahwa aku tidak akan bertahan melek 5 menit, dan memang mereka selalu benar.
Jadi, bagaimana pelajaran bisa masuk kalau di kelas tidur terus?
Biasanya, aku kalau malam agak susah tidur sehabis apel malam.
Aku membuat rangkuman (mirip krepekan), bahkan aku rekam.
Saat baris ke kelas, aku baca rangkuman tsb sambil mendengar rekaman (saat itu walkman masih primitif).
Dan hasilnya lumayan, setiap test, nilainya tidak di bawah rata-rata (bisa ditiru bagi mereka yang mengalami masalah yang sama) .

Saat di kelas, ada cara jitu untuk mengelabuhi mentor/pengajar.
Suatu saat, aku jadi ketua kelas, dan duduk di depan.
Seperti biasa, 5 menit aku sudah pulas.
Agar terlihat memperhatikan, saat melek sebentar, aku buka bukunya, membaca sebentar, langsung bertanya "Pak, bla - bla ini maksudnya bagaimana?".
Pengajarnya menjawab, "Mas, itu ada di halanman 46, kita baru di halaman 16".
Kontan saja, aku jadi bahan tertawaan.
Inginnya terlihat cerdas dan perhatian, tapi malu kudapat.
Terbitkan Entri

Dikdas 1 - Hantu kurang ajar

Dikdas (fisik) masuk PT Indosat kami jalani bulan Pebruari - Mei 1992.
Kami menempati mess di G7, dekat Waduk Jatiluhur.
Waduk Jatiluhur ini konon adalah waduk buatan yang pembuatannya dengan menggunakan dinamit untuk meruntuhkan bukit-bukit. Banyak nyawa melayang dalam pengerjaanya.
Cerita orang-orang di sekitar memang menakutkat, ada yang ditakuti dengan kepala tanpa badan, ada yang tertidur saat menonton TV, saat bangun sudah 'dipindah' ke tempat lain.

Di mess kami, sering teman-teman di G6 saat malam mendengar kami sedang mencuci, padahal malam itu tidak ada yang mencuci. Jadilah anggota di mess kami, jadi ngeri juga.

Muwasiq, teman termuda kami, suatu pagi bercerita saat kami akan apel pagi.
Diceritakan, bahwa ada yang menendang pantatnya, padahal Yulianus, teman sekamarnya tidur pulas. Dan tidak sekali saja dia ditendang pantatnya. Jadilah itu bumbu untuk alasan menjadi lebih takut. Dan semua percaya.

Suatu saat, Yulianus bercerita, bahwa dialah yang menendang pantat Muwasiq, sambil senyam-senyum dia.

Sontoloyo ... kami semua sempat takut juga.

Menwa 4 - Akal sehat

Ketika mendekati hari-H selesainya Latsarmil di Magelang, diadakah long-march dari Tempuran ke Secaba Magelang sebagai base-camp. Jarak (katanya) sekitar 23 Km.
Kami diminta mengisi ransel tentara dengan pasir, shg lumyan berat saat dibawa.

Tiba saatnya, kami dibawa ke Tempuran dengan melakukan berbagai kegiatan di sana, hingga sore.
Saatnya kembali ke Secaba, kami berbaris seperti layaknya pasukan.
Mula-mula memang rapi, namun lama-kelamaan jadi nggak beraturan, kulit bawah kaki banyak memar, panas, dan akhirnya berair karena bergesekan dengan sepatu. Luar biasa sakitnya kalau sudah seperti itu.

DI ransel kami, masih terbebani dengan pasir yang kami isi.
Namun ada teman kami, Nugroho, terlihat ranselnya agak kempes, padahal sebelumnya besar.
Jalannya juga tidak terlihat berbeban berat.
Ketika sampai di Secaba, kami bertanya, tas nya diisi apa?
Eh ... ternyata dia isi dengan roti, di sepanjang jalan, apabila istirahat, roti dimakan.

Hebat ... akal sehat Nugroho ini.

Menwa 3 - Siapa takut?

Sigit, temanku, ikut pembaretan Menwa.
Sigit ini berbadan gemuk, hitam, agak pendek.
Saat mengikuti Caraka malam, dia ditakut-takuti oleh salah satu Danton senior di kuburan.
Dasar Sigit ini anak pemberani, saat ditakuti, dia tidak meraa takut sedikitpun (mungkin dia sudah siap, kalau di kuburan pasti akan ditakut-takuti).
Setelah ditanya ini itu oleh Danton yg tidak berhasil menakut-nakuti, Sigit melanjutkan perjalanan.

Tidak disangka, Sigit ternyata kembali ke kuburan dengan diam-diam.
Danton yang tadi menakut-nakuti, gantian ditakut-takuti SIgit dari belakang.
Kontan saja, Si Danton kaget bukan kepalang, karena tidak menyangka ada calon Menwa yang 'kurang ajar'. SI Danton lari terbirit-birit.
Bayangin saja, dengan badan gemuk agak pendek, dan hitam, tahu-tahu ada di belakang Si Danton.
Sigit tertawa terpingkal-pingkal.

Memang jagoan Sigit.

13 Januari 2009

Menwa 2 - Pocong

Acara jalan malam dimulai. Kami harus melewati sawah-ladang-kuburan di waktu malam.
Para pelatih bersiap menakutiku di area kuburan.
Aku jalan santai, tercium bau nggak enak khas kuburan.
Tiba-tiba, ada pocong yang jatuh dari pohon beringin.

Refleks, aku tangkap pocong, aku tarik talinya.
"He, sudah cukup, lanjut", terdengar teriak pelatih.
Ternyata ada pelatih yang ada di atas pohon yang menjatuhkannya.
Kalau aku tarik paksa, pastilah pelatih itu akan terjerembab mencium makam.

Hii.....

Menwa 1- Nggak jadi Kencing

Tahun 88, aku ikut PraLatsarmil (Pra Latihan Dasar Kemiliteran), yang menjadi agenda wajib bagi mahasiswa baru Politeknik Undip.

Angkatan 88, dibagi menjadi beberapa peleton dan dipimpin seorang DanTon (Komandan Peleton).
Saat latihan baris-berbaris, Imam, temanku (halo Imam, kalau sempat baca) minta ijin ke Danton untuk kecing di depan barisan.
"Lapor, siswa Imam, mohon ijin untuk kecing". Teriaknya (memang harus harus berteriak lantang).
"Baik, saya kasih waktu, 1 menit", jawab Danton.
Jawab Imam,"Tidak jadi!".
DanTon nya bingung, kok nggak jadi. Tapi ya dibiarin saja.

Setelah istirahat, kami bertanya, mengapa tidak jadi.
Imam menjelaskan, coba, untuk keluar lapangan harus jalan jongkok di depan Provost yang berada di pintu keluar, masih harus lari kencing, lama kecingnya, balik lagi harus jalan jongkok. Waktunya pasti lebih dari 1 menit".
Kalau kembali lebih dari 1 menit, akan dihukum push-up.

Pilihan yang tepat untuk menjawab "Tidak jadi!".